Saat Om disampingku

Rasanya kali ini aku tak pernah lagi merasakan bahagia. Selepas kepergian ayahku,  kini aku harus tinggal bersama Om Rendy. Orang yang dulu telah membuat ayah tak pernah dirumah. Kini kebencianku pada Om Rendy masih tetap sama, bahkan lebih. Alasan kenapa aku lebih benci yaitu karena Om Rendy mengadopsiku sebagai anaknya, itu artinya aku akan lebih sering melihat si beruang madu yang menjengkelkan itu. Aku tak pernah menyangka jika Om Rendy lebih memilih mengadopsiku ketimbang menaruhku di panti asuhan atau embiarkan aku tinggal berdua bersama bik nah. Padahal setiap kali aku ketemu om rendy pasti ku taruh muka benci di situ tapi sepertinya  semua itu tak pernah ia hiraukan. Bahkan ia masih tetap pada pendiriannya yaitu mengadopsiku. Aku tak tahu apa tujuan ia mengadopsiku tapi yang jelas aku benar-benar gak suka jika ia mengadopsiku. Pagi itu ia menyuruhku untuk sarapan pagi.
“Alex, ayo sarapan.” Teriaknya dari ruang makan.
tetapi aku pura-pura tak mendengar, walau terkadang panggilan alam (laper) ini sedikit menyiksaku dan aku berpura-pura tidur ketika ia mulai menghampiriku ke kamar karena aku paling tidak suka jika ia mulai mengajakku bicara. Itulah alasan aku menolak sarapan dengannya. Dan   Aku akan keluar kamar setelah ia pergi dari rumah. Sebenarnya tak hanya sarapan yang sering aku tolak dari ajakan om rendy tapi semua hal yang ingin ia lakukan denganku tak pernah ku turuti karena aku benar-benar enggan bicara dengannya.
“bik, si gendut itu udah pergi belum?” tanyaku pada bik nah yang saat itu melintas di depan kamarku.
“ Si gendut siapa den?”  kata bik nah tak mengerti.
“ itu loh, si om gendut itu.”
“oh, maksudnya pak Rendy. Dia mah udah pergi barusan. Tadi kan aden di panggil-panggil sama dia disuruh sarapan.” Cetus bibik padaku.
“ iya aku sudah tahu bik, cuman aku sengaja gak dengar soalnya aku benci sama dia.”
“ benci kenapa den? Dia kan baik orangnya.”
“pokoknya benci banget deh.”
“ya udah aden mandi dulu, ntar terlambat sekolah loh.”
Emang bibik orangnya seperti itu, Jika bicara denganku sering mengalihkan pembicaraan. Walau begitu aku tak pernah bisa marah kepada bik nah. Dan jika bik nah sudah seperti itu aku hanya bisa berkata “iya”.

             Aku kini menjadi aku yang tak bisa kumengerti. Entah apa yang merasuk dalam diriku sampai-sampai Aku lebih suka ngenjahilin orang ketimbang menolong mereka. bahkan tak lepas dari itu, aku sering mengelak atas apa yang aku perbuat. Itu yang sering aku lakukan. pernah aku hampir di DO karena kesalahanku yang bisa dibilang tidak sedikit itu tapi om Rendy itu selalu memohon ke pihak sekolah agar aku tidak diDO. aku tak pernah meminta om gendut itu untuk membelaku tapi selalu hal itu yang ia lakukan. mungkin sekedar ingin menarik simpatiku padanya, atau hanya sekedar ingin menjadi pahlawan kesiangan. Pagi ini aku di panggil lagi menghadap wali kelasku karena kepergok mengunci anak kelas 4 di kamar mandi.
“alex, kenapa belakangan ini kamu sering membuat onar? bahkan prestasimu kini turun drastis. Padahal dulu kamu itu dikenal anak yang sangat pandai.” Kata bu kinan tegas padaku.
“emang gak boleh ya bu?” kataku dengan nada santai.
“alex, ibu serius!!”sambil menghentakkan tangannya ke meja.
Bu kinan benar-benar marah padaku. Aku terdiam saat itu, aku tak pernah melihat bu kinan semarah ini sebelumnya. Sebenarnya ada sepercik sesal saat itu tapi tak pernah aku hiraukan. Tanpa sepengetahuanku bu kinan mengirim surat panggilan ke om rendy. Tak terasa jam sekolah begitu cepat berlalu. Aku bergegas pulang karena aku mulai bosan jika harus berlama-lama di sekolah. Pas lewat di pintu gerbang ku lihat sebuah mobil BMW hitam yang tak asing bagiku. Dari kejauhan aku menerka-nerka dan aku baru sadar kalau itu adalah om Rendy.
“itukan om Rendy, ngapain dia disini?”
Akhirnya aku memilih jalan memutar untuk menghindar dari om Rendy, meski sedikit jauh tapi tak apalah yang penting om rendy tak menemukanku. Saat akan memutar jalan aku melihat bu kinan menghampiri om Rendy.
“wah, mampus gua. Pasti bu kinan mau membahas tentang kesalahan gua pada om Rendy.” Gumamku gelisah.
Dan jika sudah seperti ini Aku tahu pasti malam ini Om Rendy bakal marah lagi padaku.

            Malam ini seperti dugaanku. Saat mau ke kamar aku melihat om Rendy sedang melahap makanannya. Perlahan aku mengendap-ngendap agar om gendut itu tak melihatku. Sungguh naas  bin sial saat itu , om rendy melihatku.
“alex..!!” kata om memanggilku.
“ada apa?”
“om mau bicara sama kamu.”
“sorry, gua sibuk mau bikin PR.lain kali aja bicaranya.” Kataku sambil berjalan cepat ke kamar.
“alex, tunggu..!!” kata om menghentikanku.
“alex, kenapa kelakuan kamu jadi tidak karuan kaya gini, tadi bu kinan cerita semua sama om tentang kelakuan kamu di sekolah.” Tambahnya.
“terus kenapa kalo gua ngelakuin itu di sekolah? Masalah?!!.”
Tiba-tiba tangan kanan om Rendy mendarat tepat di pipi kiriku, ini tamparan pertama yang aku dapatkan dari sosok om rendy.
“kalo masalah emang buat loe, siapa suruh loe masih ngadopsi gua? Gua tuh sama sekali gak pernah ngarep buat di adopsi sama loe dan gua bener-bener gak pingin loe ngadopsi gua!! Mau tahu kenapa?! Karena loe yang dulu memubuat ayah gak pernah di rumah, bahkan loe yang telah membuat ayah meninggal. Loe tuh udah ngerampas ayah dari gua, seharusnya loe nyadar.” Kataku kasar dan langsung lari ke kamar. om hanya terdiam mendengar aku bicara seperti itu. begitu banyak kata kasar ku lontarkan pada om rendy. bahkan terlalu banyak untuk ku ceritakan. Tanpa ku sadari air mataku menetes bersama tangis yang terpecah hingga aku tertidur malam itu.
            Begitu pagi menjelang sepertinya tak ada tanda-tanda dari om rendy. Akupun bertanya pada bibik tentang om rendy. Kata bibik, om gendut itu udah pergi sejak subuh dan hanya meninggalkan sebuah surat untukku tapi tak pernah ku hiraukan apa isi surat itu. Sesampai aku di sekolah tiba-tiba bu kinan menghampiriku yang saat itu sedang duduk di taman.
“alex, gimana kabarmu?” kata bu kinan.
“eh bu kinan. baik bu, bu alex minta maaf ya. Selama ini alex sering bikin onar.” Kataku pelan.
“lho kok minta maaf ke ibu. Harusnya Minta maaflah sama om kamu karena om kamu itulah yang selama ini kamu repotkan. Bahkan om kamu itu rela lho ngelakuin apa aja demi kamu.”
“yang bener bu?!” kataku tak percaya.
“beneran, masa ibu bohong. Kamu inget gak pas pr kamu ketinggalan? Itu om kamu lho yang ngganterin. Terus pas kamu lupa gak bawa seragam olah raga, itu juga om kamu yang bawain. Seharusnya kamu tuh itu bersyukur punya om kaya gitu.”
“ ja...jadi semua itu berkat om rendy.”
Entah mengapa tiba-tiba rasa sesal itu datang dengan sendirinya. Aku tak pernah menyangka jika om rendy begitu baik padaku bahkan aku begitu menutup diri sampai-sampai kebaikannya tak pernah terlihat olehku. Dengan cepat aku lari ke rumah untuk membaca apa isi surat dari om rendy.
To alex,
Lex, Om minta Maaf. jika selama ini om gak pernah bisa jadi om yang baik buat kamu. om sadar jika selama ini om telah merenggut kebahagiaanmu dengan ayahmu. Om Cuma ingin menebus kesalahan om tapi malah yang ada hanya kemarahan. Jika kamu inginkan om pergi, hari ini juga om bakal pergi. Jaga diri kamu baik-baik. Jangan jadi anak nakal. Jangan manja, kasihan tuh bik Nah udah tua. Om berharap kamu kelak bisa seperti ayahmu yang hebat. Satu lagi, selamat ulang tahun yah.. om ada hadiah ultah buat kamu, ada sama bik nah. Sekali lagi om minta maaf. Kamu Jangan lupa makan ya biar bisa gede kaya om.
Om rendy
Aku tak menyangka jika om begitu sangat menyayangiku, bahkan ia tahu ulang tahunku. Tanpa isak, air mata ini mengalir.
“Oom...!” teriakku sambil berlari mencari om rendy. Begitu cepat aku berlari tapi percuma tak ku jumpai om rendy, sampai akhirnya aku kelelahan dan berhenti. Kini penyesalanku tak mampu ku redam. Begitu besar sesal yang menyiksaku.
“om.., om jangan pergi. Alex ngaku salah, udah bodoh marah sama om. Alex minta maaf. alex mau tinggal sama om. alex sayang sama om...” kataku dengan nafas tak beraturan.
“ ah yang bener?” Suara itu sepertinya tak asing bagiku. Begitu aku melihat orang itu, ternyata itu adalah om Rendy. tanpa ragu akhirnya aku memeluknya erat-erat.
“om, maafin alex ya om. Alex sayang sama om.”
“iya, om maafin.”
“om janji jangan ninggalin alex lagi ya, alex gak mau jauh dari om.”
“iya.”
Terkadang begitu besar kebencian kita pada seseorang hanya karena orang itu telah berbuat kesalahan, seberapa pun kesalahannya dan hal yang sering kita lakukan yaitu selalu menutup diri pada orang itu. Kita lebih memilih menghindar dari orang itu dari pada mendekatinya. Sampai segala upayanya untuk minta maaf kita pandang sebelah mata dan yang ada kita buta akan kebaikan yang telah orang itu lakukan. dan kebaikan itu baru kita lihat ketika orang itu pergi dan aku telah mengalami itu. Jadi belajarlah menjadi pemaaf. 
Previous
Next Post »